Jumat, 31 Oktober 2014

tradisi pulau lombok



TRADISI PULAU LOMBOK

KAITAN PERANG TOPAT DENGAN KESEHATAN




Sebagimana kepercayaan masyarakat lombok, terutama bagi masyarakat yang  kebanyakan petani suku Sasak, ketupat itu dapat dijadikan umpan pemancing, penyubur tanah dan tanaman. Ketupat itu juga akan disimpan sampai kering untuk digunakan sebagai pelengkap upacara adat "Luer Game" yang berkaitan dengan kehidupan pertanian seperti upacara "Turun Bibit".
Upacara menanam padi (lowong), selamet lowong, ngepon, selametan nunas sari dan upacara lainnya Menurut bapak Sapariah, Ketua Badan Pengelola Kemaliq Lingsar, kegiatan budaya Perang Topat ini adalah asli adat Sasak. Yang merupakan acara syukuran dan kegembiraan atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah mencurahkan air untuk kehidupan dan menyuburkan tanah pertanian.


NILAI BUDAYA DARI TRADISI LEBARAN KETUPAT DI LOMBOK



Dalam perayaan Lebaran Topat di Lombok, Nusa Tenggara Barat, kita dapat mengetahui bahwa perayaan tersebut mengandung dua dimensi yaitu dimensi sakral dan sosial. Dimensi sakral berkaitan dengan persepsi dan pengharapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan dimensi sosial berkaitan dengan upaya menjaga harmoni kehidupan antar sesama.


Penggunaan ungkapan Lebaran Nine atau lebaran wanita terhadap Lebaran Topat menunjukkan bahwa Lebaran ini mempunyai posisi penting dalam ekspresi keislaman masyarakat Lombok. Lebaran Topat adalah pasangan Lebaran Mame (Idul Fitri). Oleh karena itu, perayaan Lebaran Topat agaknya mempunyai tujuan yang sama dengan Lebaran puasa Ramadhan. Yaitu untuk mencapai kehidupan yang fitri, suci.


Penggunaan ketupat yang berbentuk segi empat sebagai nama Lebaran dan menu makan utamanya merupakan khasanah kearifan lokal masyarakat untuk mengingatkan manusia terhadap asal muasalnya. Ketupat berbentuk segi empat menunjukkan bahwa manusia terdiri dari air, tanah, api dan angin.


Lebaran Topat juga bisa diartikan menjauhkan diri dari nafsu kebendaan dan membersihkan batin dari sikap dengki dan iri hati setelah nuraninya terjerembab oleh ego dan kemeriahan budaya materi yang semu. Ritual berseraup atau membasuh muka dengan air memberi makna bahwa tindakan tersebut merupakan cara untuk membersihkan kotoran yang melekat di wajah. Jika wajah dan hatinya bersih, maka orang itu tidak akan sakit baik secara fisik ataupun mental.


Mengambil air di Lingkok Mas mempunyai arti bahwa air laksana emas yang mahal harganya dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, air harus dijaga kebersihannya supaya tidak tercemar oleh bermacam limbah yang dapat menyebabkan makhluk hidup menjadi sakit, dan tanaman tidak bisa tumbuh dan berkembang.


Selain itu, Lebaran Topat juga dapat menjadi otokritik dan introspeksi bagi manusia untuk mengenal kembali jati dirinya setelah menempuh perjalanan hidup selama satu tahun, yang banyak diwarnai dengan dosa individual dan dosa sosial. Pepatah Sasak mengatakan “dendek ipuh pantok gong” (tak usah segan memukul/membunyikan gong). Pepatah tersebut mengingatkan manusia agar mengoreksi diri, di antaranya terbuka terhadap saran dan kritik orang lain. Selain itu, acara makan ketupat bersama-sama menunjukkan masih terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan di antara mereka.

Namun demikian, banyaknya potensi yang terkandung dalam perayaan Lebaran Topat, khususnya aspek ekonominya, harus disikapi secara bijaksana. Kesalahan dalam menyikapinya, tidak mustahil akan menghilangkan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya sehingga kegiatan ritual ini hanya akan menjadi pesta rakyat yang kehilangan ruhnya.

Referensi :
http://groups.yahoo.com/group/nature_trekker/message/5847

http://sasak-kopang.blogspot.com/2009/06/perang-topat-ajang-bersatunya-dua.html
sasak.org, berbagifun.blogspot.com, melayuonline.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar